About Visual Kei, Art, and Everything in Between
Visual kei is what brought me to Japanese rock scene.
Visual kei is what brought me to Japanese rock scene.
Hidup itu selalu bergerak. Meskipun tinggal di Depok, tapi hampir tiap minggu sepanjang masa SD gue main ke rumah oma gue di flat Jalan Sriwijaya, Blok M. Di jaman itu belum ada handphone, belum ada distraksi macam-macam dan membuat gue tanpa sadar menjadi lebih observant dengan lingkungan sekitar gue. Rumah, toko, baliho, gue memperhatikan semuanya lewat jendela mobil dan gue pun menyadari segala pergerakan dan perubahan mereka. Perubahan paling drastis yang bisa gue ingat adalah hilangnya matahari di Antasari. Jakarta Selatan selalu rimbun dan Antasari adalah satu jalan yang tidak luput dari kerimbunan itu. Seberapapun teriknya matahari selalu ada tempat untuk berteduh di bawah pohon sambil menikmati panasnya matahari yang menjadi hangat setelah ditahan dedaunan. Perlindungan yang natural dari serangan yang sama naturalnya, kompromi antara langit dan bumi untuk manusia. Kompromi yang sayangnya hilang seiring dengan berdirinya flyover yang angkuh. Keteduhan itu berubah menjadi halangan yang dingin tanpa satu pun celah untuk matahari mengintip malu-malu atau bersinar dengan cerah. Don’t get me wrong, gue tidak masalah dengan adanya flyover tersebut. Itu adalah perubahan yang wajar seiring perkembangan jaman dan kebutuhan kita semua di kota ini. Ini adalah proses pendewasaan kota yang paralel dengan pendewasaan kita. Think about it, kita tumbuh dewasa dari anak-anak kecil yang penuh imajinasi liar menjadi orang dewasa yang terpola rapih dengan semua nilai, angka dan statistika, ini adalah pertumbuhan yang tidak bisa dielakkan. Meskipun begitu gue percaya ada garis tengah di sana. Kita bisa menjadi orang dewasa yang terpola dengan tetap menyimpan sisi kreatif kekanakan kita, kota bisa tumbuh kaku dengan pilar-pilar pencakar langit dengan tetap memiliki taman dan kehidupan di antaranya. Itu semua adalah pilihan seiring waktu berjalan. Ya, hidup itu selalu bergerak, selalu berubah, dan memiliki kendali untuk mengatur pergerakan itu. Bertahan sebagai pohon, berubah menjadi tiang beton yang angkuh atau berkompromi untuk hidup dengan keduanya pun adalah pilihan. Dan pilihan-pilihan itulah yang membuat hidup kita, hidup. RustyrevolveR
(Last post from previous Pilpres, seriously) — Selama pilpres ini,
(Pilpres beneran membuat gue produktif menulis ya) — “Ngapain sih
(Juga ditulis saat panas-panasnya Pilpres) — “I was once asked
Jadi kemaren ada buzzer pendukung Prabowo yang nyindir soal baju
(Ditulis di tengah panasnya Pilpres 2014) — Politik sedang panas
I don’t understand people sometimes. We live in a patriarchal
To be a man is not about how to keep
Originally written for my midsemester essay. I kinda like how